top of page

DINDING

  • Writer: Danti Irawati
    Danti Irawati
  • Dec 21, 2020
  • 2 min read

Musik dari pengeras suara, keras terdengar. Orang mulai mengisi meja yang kosong, dan memillih kursinya masing-masing. Suara riuh, diikuti gelak tawa. Meja berisi enam orang itu tampak sesak berjejal.

"Akhirnya kita kumpul juga ya cuy"

"Kangen Gw ama Lo semua" seorang lelaki muda dengan rambut tersisir rapi mengulurkan tangan mengajak bersalaman dengan semua yang hadir.

"Walaupun lagi Corona kan kita masih sesuai protokol kan cuy" sambil melepas masker, disulutnya rokok di hadapannya.

"Nah ini dia bos Dadang hadir" Semua orang yang hadir mengalihkan pandangannya ke arah yang ditunjuk.

Lelaki yang disapa dengan nama Dadang itu mengambil kursi kosong di tengah. Wajahnya tak tampak di balik masker hitam berlapis yang menutupi sebagian wajah. Saat menyapa semua orang yang hadir, suaranya terdengar teredam di balik masker.

"Ngapain si Lo masih pakai masker Dang, kan cuma ama kita-kita aja, kita kan gak ada yang demam"

"Iya Dang, nanti muka lo gak eksis lho di instastory kita"

Dadang tampak ragu sejenak, tak lama dilepaskannya benda yang diminta Ibunya tetap dikenakan untuk jangan pernah dilepas. Diletakkannya begitu saja di meja.

"Nah gitu dong" disusul gelak tawa seluruh orang di meja itu.

Detik waktu lepas bagaikan angin. Dua jam sudah berlalu

"Eh, besok ketemuan lagi dong, di Cafe yang baru buka di ujung jalan itu lho"

"Boljug boljug. Gw bawa temen ya"

"Ciee.. temen apa temen" semua tergelak mendengarnya

"Gak apa-apa bro bawa aja, makin rame kan makin asyik"

"Kita selfie dulu dong, sebagai bukti kenangan manis kita bersama"

"Boleh tuh, Okuuurrr"

"Di dinding pojok itu aja yuk, keren ada muralnya"


................


Membuka korden pintu depan, mengintip dari balik jendela, sudah berulang kalli kulakukan.

'Ah, mas Ari belum pulang juga' batinku.

Setiap suara notifikasi SMS atau Whatsapp yang masuk tak pernah lama kubuka. Entahlah sejak pandemi ini, HP tak pernah lepas dari tanganku.

Suara celoteh anak bermain di belakang tak terganggu oleh kegusarannya.

"Bundaaaa, ngapain?" suara kecil yang mengagetkanku dari lamunan.

"Ah nak, Bunda lagi nunggu tukang bakso lewat" dengan sigap nada suaraku kuubah, tak kubiarkan malaikat kecilku ini menangkap kegusaran yang sedang melandaku.

"Bunda ayok main" ditariknya tanganku. Mengulurkan boneka barbie berwarna merah muda.

Sudah tiga bulan ini, kami hanya berdua di rumah. Suamiku bertugas di bagian ruang isolasi perawatan Covid, sudah tiga bulan kami hanya bertemu via online. Rasa rindu masih bisa aku tahan, tapi rasa khawatir bahwa aku akan masih mendengar suara suamiku esok hari tak pernah lepas dari rasaku. Beberapa minggu yang lalu mendengar kabar salah satu teman dekat suami berpulang karena Covid membuat hari-hariku semakin gundah.

"Bunda kok diam aja"

Mungkin mulai mengerti rona kegelisahanku, dia melanjutkan "Bunda harus jadi Elsa ya"

"Ah iya nak" Kusapukan tanganku di rambut gelapnya.

Kutatap wajahnya, 'rona mata yang sama dengan punyamu mas'. Semakin menatapnya semakin membuat pertahananku seakan roboh. 'Aku kangen mas.' Sesak dada yang tak dapat lagi terbendung, meninggalkan bulir hangat menggantung di pelupuk mata.

"Bundaaaa" setengah berteriak Salsa memanggilku,

"Bun, ayo foto Salsa di dinding itu ya" sambil menonjok dinding pojok samping kamar tidurnya. Dinding dimana dia selalu menghabiskan waktu bersama sang Ayah. Dinding penuh coretan warna warni berbagai gambar.

"Jangan lupa kirim ke Ayah ya Bun, biar Ayah cepat pulang dan bisa main lagi sama Salsa"

ree

Recent Posts

See All

Comments


Post: Blog2_Post

©2020 by pagidanbuku. Proudly created with Wix.com

bottom of page